Jewel Deer

Loading...

Dunia ini secara fisik semakin bercampur satu sama lain. Tidak ada lagi sekat antar negara, bangsa, budaya. Jaman dulu, dari Makassar hendak ke Surabaya, bisa berhari2 naik kapal. Hari ini cukup hitungan jam sudah tiba. Pagi berangkat, makan siang, sore pulang. Pun sama dengan negeri yang lebih jauh lagi, kita bisa numpang belanja tas di Hong Kong. Hitungan sesiang saja beres. Ditambah lagi, kemajuan teknologi membawa negeri jauh terasa dekat, kita bisa dengan mudah seperti seolah berada di Paris, Milan, New York. Tinggal buka saja internet. Budaya2 melintas dengan cepat, sesuatu yang dulu tidak terbayangkan, menjadi tontonan biasa, dan tinggal menunggu waktu, segera diadopsi tanpa filter, tanpa pertanyaan mendasar, apakah itu memang cocok atau tidak bagi kita?

Pernahkah kalian melihat wajah dan fisik lokal (maaf, misalnya Jawa asli yang berkulit gelap), tiba2 berdandan seperti anggota boyband atau girlband Korea? Rambut di warnai, kuku diwarnai, belum lagi usaha mati2an untuk tampil dengan kulit putih. Jadilah dia seperti mahkluk "jadi-jadian" dalam artian yang sebenarnya. Saya minta maaf kalau terlalu kasar, tapi itulah kenyataannya, berusaha meniru budaya yang berbeda, satu kaki seolah sudah melangkah jauh, tapi satu kaki lain tetap tertinggal--dan memang tidak bisa ditipu kenyataannya.

Ada berapa banyak orang2 berkulit warna hitam ingin menjadi putih? Dan hanya kesia-siaan saja, karena dia tetaplah orang kulit hitam (meski operasi full bisa mengubah kulitnya). Juga sebaliknya ada berapa banyak orang2 berkulit putih ingin berkulit gelap? Cokelat? Berjemur, tanning. Yang sama saja, tetap adalah fakta dia berkulit putih. Kita baru bicara secara fisik, kasat mata, tapi krisis identitas seperti ini sudah terlihat sekali.

Apalagi saat bicara dari pola pikir. 

Saya tidak tahu sejak kapan anak2 SMA di Indonesia ini mengenal istilah prom night? Tapi di kota2 besar, di sekolah2 besar, tradisi ini sudah lazim. Apakah ini budaya kita? Tidak perlu pakar budaya untuk menjawabnya, kita sendiri tahu kalau kita hanya bangsa peniru. Krisis identitas, hendak menjadi seperti mereka apa daya tangan tak sampai, mau tetap dengan budaya sendiri, merasa tidak keren lagi.

Perayaan tahun baru. Itu budaya siapa? Kalau merujuk budaya lokal, adanya sih malam satu suro, tidak ada new year's eve. Maka entah sejak kapan, kita bahkan lebih bablas dibanding muasal budaya tahun baruan ini. Di negeri orang sana, kembang api, petasan, dll itu hanya di pusat2 keramaian saja. Di negeri kita, bangsa peniru, bahkan di gang kecil, komplek, orang2 bakar mercon. Heboh sekali, berdentum2, seolah itu budaya yang diwariskan nenek moyang. Lupa kalau nenek kita yg sudah sepuh justeru susah tidur, jantungan, dilarikan ke RS. Kita tiru hanya pestanya saja, lupa kalau di muasal budayanya, orang lbh fokus dengan evaluasi diri, rencana2 ke depan, target2 besar.

Krisis identitas ini runyam sekali. Karena hanya soal waktu, bahkan nasehat agama dilangkahi, diabaikan begitu saja. Makan dengan tangan kiri misalnya, terlihat bergaya. Makan sambil berdiri, lari2, juga terlihat keren. Cara berpakaian. Cara meletakkan posisi orang tua, sopan santun. Apakah kita akhirnya menjadi se-keren orang2 yang kita lihat di layar televisi atau laptop/HP kita? Itulah yang menyedihkannya, kita bahkan diakui pun tidak--asumsi kalian besok lusa bisa bergaul hingga ke LN sana. Mereka tetap menganggap kita orang jauh, orang dari negeri yang berbeda. Sedih sekali, padahal kita sudah berusaha meniru agar se-keren mereka.

Maka jadilah kita orang2 yang krisis identitas. Mau jadi orang lain tak mampu, mau jadi diri sendiri kadung nggak oke lagi. Persis seperti orang yang sedang krisis kasih sayang, orang asing dikejar2 cintanya, tapi cinta dari orang yang peduli dan sungguh sayang telah dilupakan. Maka itulah yang terjadi, kita merayakan tahun baru masehi, tapi tahun baru hijriyah lupa selupa2nya--terlepas memang tdk ada perayaan tahun baru Hijriyah. Persis sama seperti abang kita, Bambang, mati2an mengejar cinta si Siti anak Pak Lurah, setiap malam kirim puisi cinta "I Love You", tapi bilang I Love You ke Emaknya sendiri abang kita Bambang ini tak pernah. Setiap minggu pegang2 pacarnya (yang besok lusa malah putus), tapi pegang tangan Emaknya sendiri paling mentok setiap lebaran saja, dan atas fakta yang sebenarnya menyedihkan ini, si Bambang sudah merasa orang paling keren sedunia.

Begitulah. Krisis identitas, mirip dgn krisis kasih sayang.

Rasulullah pagi itu sibuk memperhatikan bajunya dengan cermat. baju satu-satunya dan itupun ternyata sudah usang. baju yang setia menutup aurat beliau. meringankan tubuh beliau dari terik matahari dan dinginnya udara. Baju yang tidak pernah beristirahat.

Tetapi beliau tak mempunyai uang sepeser pun. Dengan apa beliau harus membeli baju? Padahal baju yang ada sudah waktunya diganti. Rasulullah sebenarnya dapat saja menjadi kaya mendadak, bahkan terkaya di dunia ini. Tapi sayang, beliau tak mau mempergunakan kemudahan itu. Jika beliau mau, Allah dalam sekejap bisa mengubah gunung dan pasir menjadi butir-butir emas yang berharga. Beliau tak sudi berbuat demikian karena kasihnya kepada para fakir yang papa. siapakah yang akan menjadi teladan jika bukan beliau..? Contoh untuk menahan derita, menahan lapar dan dahaga, menahan segala coba dan uji Allah dengan kesabaran. Selalu mensyukuri nikmat Allah berapa pun besarnya. Siapa lagi kalau bukan beliau yang menyertai umatnya dalam menjalani iradat yang telah ditentukan Allah. Yaitu kehidupan dalam jurang kedukaan dan kemiskinan. Siapa pula yang harus menghibur mereka agar selalu bersabar dan rela dengan yang ada selain beliau? Juga siapa pula yang harus menanamkan keyakinan akan pahala Allah kelak di akhirat jika bukan beliau?

Yah,…hanya beliaulah yang mampu menjalankan berbagai hal diatas. benar,…baliaulah satu-satunya manusia yang mendapatkan amanat dari Allah untuk semua umat manusia. Tugas yang lebih murni dan mulia daripada intan berlian serta butiran emas yang lain. Lebih halus dari sutera serta lebih indah dari segala keindahan yang dikenal manusia di dunia ini. lebih megah dari segala kedudukan dan derajad kehidupan manusia yang katanya sudah megah.

“Semua itu hanyalah merupakan kesenangan dunia sedang di sisi Allah yang paling baik dan sebaik-baik tempat kembali”

Perjuangan itu tidak mudah. bahkan sangat berat bagi beliau. Menegakkan yang hak hanya dapat dicapai dengan penuh keimanan dan kekuatan. sabar dalam menghadapi setiap malapetaka yang menimpa, bersyukur yang dilakukan dengan hati bersih. dalam keadaan bagaimanapun, baik dalam duka maupun suka, bersyukur dan keimanan harus selalu menyertai. Itulah pokok risalah yang dibawa Rasulullah saw.

Allah Maha Bijaksana, tidak akan membiarkan hamba-Nya terkasih kebingungan. Rasulullah diberinya rezeki sebanyak delapan dirham. Bergegas beliau melangkah ke pasar. Tentunya kita maklum. uang sekian itu dapat dibelikan apa. Apakah cukup untuk membeli makan, minum, serta pakaian penutup badan? Oleh sebab itu, bergembiralah hai para fakir dan miskin! Nabi kita, Muhammad saw telah memberikan contoh begitu jelas. Nabi yang kita cintai, hamba kesayangan Allah pergi ke pasar dengan uang sedikit seperti yang kita miliki. Tetapi nabi kita ini, hamba Allah yang di bumi bernama Ahmad, sedang dari langit bernama Muhammad dengan ridha pergi ke pasar berbekal uang delapan dirham untuk berbelanja. Manusia penuh nur dan inayah Allah yang dilahirkan di makkah. meskipun beliau miskin, beliau senang sekali hidup. beliau belum ingin mati meski kemiskinan menjerat setiap hari.

Di tengah perjalanan menuju pasar, beliau menemukan seorang wanita yang menangis. Ternyata wanita yang kehilangan uang. Segera beliau memberikan uangnya sebanyak dua dirham. Beliau berhenti sejenak untuk menenangkan wanita itu.

Rasulullah bergegas menuju ke pasar yang semakin ramai. Sepanjang lorong pasar banyak sekali masyarakat yang menegur beliau dengan hormat. Selalu menjawab dan memberikan salam yang mengingatkan akan kebesaran Allah semata. Beliau langsung menuju tempat di mana ada barang yang diperlukannya. Dibelinya sepasang baju dengan harga empat dirham. beliau segera pulang. Di perjalanan beliau bertemu dengan seorang tua yang telanjang. Orang tersebut dengan iba memohon sepotong baju untuk dipakainya. Rasulullah yang memang pengasih itu tidak tahan melihat. Langsung diberikannya baju yang baru dibeli. Beliau kembali ke pasar utnuk membeli baju lagi seharga dua dirham. Tentu saja lebih kasar dan jelek kualitasnya daripada yang empat dirham. dengan gembira beliau pulang membawa bajunya.

Langkahnya dipercepat karena sengatan matahari yang semakin terik. Juga angin malam yang telah mulai berhembus pelan-pelan. Beliau tidak ingin kemalaman di jalan. Tak lama beliau melangkah ke luar pasar, ditemuinya lagi wanita yang menangis tadi. Wanita itu kelihatan bingung dan sangat gelisah. Rasulullah saw mendekat dan bertanya mengapa. Wanita itu ternyata ketakutan untuk pulang. Dia telah terlambat dari batas waktu, dan takut dimarahi majikannya jika pulang nanti. Rasulullah saw langsung menyatakan akan mengantarkannya.

Wanita itu berjalan yang diikuti Rasulullah saw dari belakang. Hatinya tenang karena Rasulullah saw pasti akan melindungi dirinya. Dia yakin majikannya akan memaafkan, karena kepulangan yang diantarkan oleh manusia paling mulia di dunia ini. Bahkan mungkin akan berterima kasih karena pulang membawa kebaikan bersama dengan kedatangan nabi dan rasul mereka. Mereka terus berjalan hingga sampai ke perkampungan kaum Anshari. Kebetulan saat itu yang ada hanyalah para isteri mereka.

“Assalamu’alaikum warahmatullah”, sapa Rasulullah saw keras. Mereka semuanya diam tak menjawab. Padahal mereka mendengar. Hati mereka diliputi kebahagiaan karena kedatangan Nabi. Mereka menganggap salam Rasulullah saw sebagai berkah dan seperti lebaran saja. Mereka masih ingin mendengarnya lagi. Ketika tak terdengar jawaban, Rasulullah saw memberi salam lagi. Tetap tak terdengar jawaban. Rasulullah saw mengulang untuk yang ketiga kali dengan suara lantang, Assalamu’alaikum warahmatullah. Serentak mereka menjawab.

Rasulullah sangat heran dengan semua itu. Beliau menanyakan pada mereka apa sebabnya. Mereka mengatakan, ” Tidak ya Rasulullah. Kami sudah mendengar sejak tadi. Kami memang sengaja, kami ingin mendapatkan salam lebih banyak”. Rasulullah melanjutkan, “Pembantumu ini terlambat pulang dan tidak berani pulang sendirian. Sekiranya dia harus menerima hukuman, akulah yang akan menerimanya”. Ucapan ini sangat mengejutkan mereka. Kasih sayang Nabi begitu murni, budi pekerti yang utama, yang indah tampak dihadapan mereka. Beliau menempuh perjalanan begitu panjang dan jauh hanya untuk mengantarkan seorang budak yang takut dimarahi majikannya. Lagipula hanya karena terlambat pulang. Bahkan memohonkan maaf baginya pula. Sehingga karena harunya, mereka berkata, “Kami memaafkan dan bahkan membebaskannya. Kedatangannya kemari bersama anda karena untuk mengharap ridha Allah semata”. Budak itu tak terhingga rasa terima kasihnya. Bersyukur atas karunia Allah swt dan kebebasannya karena dari Rasulullah saw.

Rasulullah saw pulang dengan hati gembira. Telah bebas satu perbudakan dengan mengharap ridha Allah swt sepenuhnya. Beliau juga tak lupa mendoakan para wanita itu agar mendapatkan berkah dari Allah swt. Semoga semua harta dan turunan serta semoga selalu tetap dalam keadaan iman dan islam. Beliau sibuk memikirkan peristiwa sehari tadi. Hari yang penuh berkah dan karunia Allah swt semata. Akhirnya beliau berujar dengan, “Belum pernah kutemui berkah angka delapan sebagaimana hari ini. Delapan dirham yang mampu mengamankan seseorang dari ketakutan, dua orang yang membutuhkan serta memerdekakan seorang budak”. Bagi seseorang muslim yang memberikan pakaian pada saudara sesama muslim, Allah akan memelihara selama pakaian itu masih melekat.

cr: http://dongengkakrico.wordpress.com/

Pada suatu hari, seorang sahabat bertamu kepada rumah sahabatnya. Setelah mengucap salam, diijinkan masuk, dia melangkah ke dalam, menemukan sahabatnya yang sedang berbaring di atas tikar, berbantal pelepah pohon seperti nyiur. Tikar itu tidak besar, bahkan sebagian tubuh sahabatnya itu berada di atas tanah. Pun jelas tidak empuk, hanya tikar seperti tikar pandan. Rumah itu juga sungguh sederhana, yang menatapnya mengundang keharuan.

Menyaksikan sekitarnya, menitikkan air mata sang tamu itu, membuat sahabatnya yg sedang berbaring bertanya, "Wahai sahabatku, kenapa kamu menangis?"

"Bagaimana aku tidak akan menangis, tikar yang kau pakai membuat bekas di tubuhmu, padahal engkau adalah kekasihNya." Sang tamu menjawab lirih, "Kekayaanmu hanya ini, sedangkan Kisra (Persia) dan Kaisar (Romawi) duduk di atas singgsana terbuat dari emas."

Sahabatnya tersenyum, "
Ketahuilah wahai umar, mereka telah menyegerakan kesenangan yang sebentar lagi pasti berakhir, mereka adalah kaum yang kebaikannya dipercepat oleh Allah dan kebaikan itu pastilah terputus, sementara kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir, kita adalah kaum yang kebaikannya ditunda sampai hari akhir. Perumpamaan hubunganku dengan dunia seperti orang bepergian pada musim panas. apa kau tidak rela dunia untuk mereka dan akhirat untuk kita,??" Dia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian pergi meninggalkannya.
 

Umar pun menjawab, "Aku rela wahai rasulullah.."

Yang bertamu adalah Umar Bin Khattab, yang berbaring di tikar adalah Rasulallah.

Mau berapa banyak lagi kisah2 terbaik yang harus kita dengarkan agar kita paham hiduplah sederhana. Mau berapa banyak lagi kita bersilat lidah, menggunakan logika dunia ini, hanya sebagai pembenaran2 nafsu saja. Bahkan yang lebih rumit lagi, kita tega menjual agama demi kesenangan dunia, pun sekaligus tameng atas argumen2 hidup.

Siapapun yang mengambil jalan sebagai pemimpin orang2 banyak; jika mereka tidak mencontoh kesederhanaan Rasul Allah, mereka hanyalah golongan pembual. Mereka dustakan saja contoh terbaik yang pernah ada. Tapi bagaimanalah kita akan bicara soal teladan? Hari ini, orang2 bahkan berebut, berlomba menggapai kekuasaan, berseru2 minta dipilih dalam jabatan tinggi.

Entahlah, mungkin mereka lebih mencontoh Kisra Persia dan Kaisar Romawi.


Sabda Rasul:
ad'dunia sijnul mu'min, wajannatul kafir..
(dunia ini penjara bagi orang mu'min, dan syurga bagi orang kafir)..  


cc: Darwis Tere Liye -dengan perubahan seperlunya-

Total Tayangan Halaman

About this blog

Nothing special, but thankyou for visiting :)

Mengenai Saya

Very ordinary and always want to be better in the eyes of Allah insyaAllah

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.